Rabu, 30 Desember 2009

Fitnah Itu Teramat Indah (part 1)


Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang
diingini, Yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas,
perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah
kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik
(surga)”. (QS. Ali Imran: 14)



#Memahami Hakekat Fitnah dalam Islam

Dalam Al Qur’an, hadits-hadits Nabi shalallahu ‘alaihi wassalam dan istilah Islam sendiri, fitnah itu memiliki segudang makna. Makna kata itu dalam satu ayat, terkadang sangat berbeda dengan maknanya dalam ayat lain.
a. Fitnah, Bermakna kekafiran
Terkadang makna fitnah adalah kekafiran atau kemusyrikan, seperti dalam friman Allah Ta’ala,

“Mereka bertanya kepadamu tentang berperang pada bulan Haram. Katakanlah: “Berperang dalam bulan itu adalah dosa besar; tetapi menghalangi (manusia) dari jalan Allah, kafir kepada Allah, (menghalangi masuk) Masjidilharam dan mengusir penduduknya dari sekitarnya, lebih besar (dosanya) di sisi Allah . Dan berbuat fitnah lebih besar (dosanya) daripada membunuh. Mereka tidak henti-hentinya memerangi kamu sampai mereka (dapat) mengembalikan kamu dari agamamu (kepada kekafiran), seandainya mereka sanggup. Barangsiapa yang murtad di antara kamu dari agamanya, lalu dia mati dalam kekafiran, maka mereka itulah yang sia-sia amalannya di dunia dan di akhirat, dan mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya” (Al Baqarah: 217)
“Dan perangilah mereka itu, sehingga tidak ada fitnah lagi dan (sehingga) ketaatan itu hanya semata-mata untuk Allah. Jika mereka berhenti (dari memusuhi kamu), maka tidak ada permusuhan (lagi), kecuali terhadap orang-orang yang zalim” (Al Baqarah: 193)
Kata fitnah disini menurut para ulama Ahli tafsir adalah ‘kekafiran’ atau ‘kemusyrikan’. Yakni bahwa mereka itu menyebarkan kekafiran. Sementara sebagian kaum muslimin –karena belum diberitahu oleh Nabi shalallahu ‘alaihi wassalam-, melakukan kekeliruan dengan memerangi kaum musyrik di bulan suci. Perbuatan mereka itu keliru, dalam arti tidak pantas. Tapi kekafiran kaum musyrik itu lebig besar bahayanya daripada kekeliruan berperang di bulan suci. Itulah makna yang jelas dari ayat tersebut.
Tapi semenjak dahulu, umumnya para juru dakwah di tanah air, saat menyampaikan ayat ini, tidak menjelaskan kata fitnah dalam ayat. Sehingga kebanyakan masyarakat Islam mengidentikkan makna fitnah tersebut. Seperti dalam kosakata bahasa kita, yaitu menuduh tanpa bukti. Akhrinya tersebarlah makna,”fitnah itu lebih kejam dari pembunuhan”, yakni bahwa menuduh orang tanpa bukti. Lebih besar dosanya daripada membunuh!
Ini jelas salah kaprah. Dan karena kasu-kasus seperti ini, saya sering menyampaikan pesan kepada juru dakwah, agar berhati-hati dalam menyampaikan kata-kata bahasa Arab dalam dakwah, tanpa diterjemahkan. Karena khawatir akan timbul kesalahpahaman atau ketidakmengertian di kalangan para pendengar dakwah, yang umumnya adalah masyarakat awam yang tidak mengerti bahasa Arab.
b. Fitnah, bermakna Musibah/Bencana
Apbila datang kepada kalian seorang pemuda yang kalian sukai agama dan akhlaknya, maka nikahkanlah dia dengan putri kalian. Kalau tidak, akan terjadi fitnah (bencana) dan kerusakan yang besar di muka bumi.”
Bila seorang juru dakwah mengatakan, “Nikahkanlah putri Anda dengan pemuda shalih dan berakhlak baik, agar tidak terjadi fitnah.” Artinya tidak terjadi bencana dan kerusakan.
c. Fitnah, bermakna Konflik
“Dia-lah yang menurunkan Al Kitab (Al Qur’an) kepada kamu. Di antara (isi) nya ada ayat-ayat yang muhkamaat , itulah pokok-pokok isi Al qur’an dan yang lain (ayat-ayat) mu-tasyaabihaat . Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan, maka mereka mengikuti sebahagian ayat-ayat yang mutasyaabihaat daripadanya untuk menimbulkan fitnah untuk mencari-cari ta’wilnya, padahal tidak ada yang mengetahui ta’wilnya melainkan Allah…” (Ali Imran: 7)
Ada diantara sebagian orang Islam yang mendewakan rasio, di mana mereka gemar mencari penafsiran ayat melalui logika, sehingga melenceng dari tafsir yang sesungguhnya. Tujuan mereka semata-mata menyebar fitnah, yakni mencari konflik dan perselisihan dengan sesama muslim.
d. Fitnah, bermakna Kedustaan (Kericuhan)
Kemudian tiadalah fitnah mereka, kecuali mengatakan: “Demi Allah, Tuhan kami, tiadalah kami mempersekutukan Allah” (Al An’am: 23)
Fitnah yang dimaksud dalam ayat ini adalah ucapan mereka yang berlumur kedustaan, untuk membela diri mereka di hadapan Allah. Padahal Allah mengetahui hakikat mereka, dan apa yang tersembunyi dalam hati mereka.
e. Fitnah, bermakna Kebinasaan
Di antara mereka ada orang yang berkata: “Berilah saya keizinan (tidak pergi berperang) dan janganlah kamu menjadikan saya terjerumus dalam fitnah.” Ketahuilah bahwa mereka telah terjerumus ke dalam fitnah . Dan sesungguhnya Jahannam itu benar-benar meliputi orang-orang yang kafir” (At Taubah: 49)
Yakni bahwa kaum munafik di masa Nabi shalallahu ‘alaihi wassalam akan membawa kepada kebinasaan semata. Padahal. Sesungguhnya mereka sudah berada dalam kebinasaan itu sendiri. Yakni dalam kemunafikan, yang akan membinasakan diri mereka di akhirat kelak, dalam kerak nerka jahannam.
f. Fitnah, bermakna Korban Kezhaliman
Lalu mereka berkata: “Kepada Allahlah kami bertawakkal! Ya Tuhan kami. janganlah Engkau jadikan kami sasaran fitnah bagi kaum yang’zalim” (Yunus: 85)
Yakni doa kaum beriman, agar mereka tidak dijadikan sebagai fitnah, dalam arti sasaran kazhaliman, kesewenang-wenangan orang-orang yang suka berbuat zhalim. Sebagaimana doa yang dianjurkan oleh Rasulullah shalallahu’alaihi wassalam,
Ya Allah, janganlah Engkau beri kekuasaan orang-orang yang tidak takut kepada-Mu dan tidak menyayangi kami, untuk menzhalimi kami, akibat dosa-dosa kami…”
g. Fitnah, bermakna “Gangguan”
Dan di antara manusia ada orang yang berkata: “Kami beriman kepada Allah”, maka apabila ia disakiti (karena ia beriman) kepada Allah, ia menganggap fitnah manusia itu sebagai azab Allah . Dan sungguh jika datang pertolongan dari Tuhanmu, mereka pasti akan berkata: “Sesungguhnya kami adalah besertamu”. Bukankah Allah lebih mengetahui apa yang ada dalam dada semua manusia?” (Al Ankabut: 10)
Dalam ayat ini, kata fitnah berarti ganguan. Fitnah mereka, yaitu gangguan atau sikap usil mereka.
h. Fitnah, bermakna Godaan
Ini termasuk makna fitnah yang paling sering digunakan dalam bahasa syariat. Fitnah kaum wanita, yakni godaan mereka. Seperti diperingatkan oleh Nabi shalallahu’alaihi wassalam,
Peliharalah diri kalian dari bahaya dunia dan wanita. Karena fitrah (bencana) yang pertama kali menimpa Bani Israil adalh wanita.” (HR muslim)
Dalam hadits, Nabi juga menegaskan bahwa godaan (fitnah) terberat bagi kaum lelaki adalah wanita.
Yakni bahwa wanita secara fitrah memang memiliki aurat yang menggoda kaum pria. Oleh sebab itu, Islam memerintahkan kaum wanita muslimah agar mengenakan hijab yang menutupi sekujur auratnya, agar setidaknya dapat meminimalisir aura fitnah atau godaan yang memancar dari dirinya.
#Fitnah Itu Teramat Indah
 

Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, Yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik
(surga)”. (QS. Ali Imran: 14)



Allah menempatkan wanita pada deretan pertama dan teratas diantara hawa kesenangan hidup di dunia. Kalau ia tidak benar-benar lebih penting dan berbahayanya dari yang lain, tentulah ia tidak ditempatkan di peringkat teratas. Nah, dengan demikian jelaslah bahwa wanita itu dalam kehidupan manusia merupakan ujian dunia yang paling berat dan paling berbahaya. Rahasianya, karena semua dosa yang dilarang Allah , dilakukan oleh hambaNya, tidak satupun yang serasi dengan fitrah manusia. Kedzaliman dengan segala macam bentuknya yang diharamkan. Manusia banyak tertolong tidak melakukannya, karena manusia memandangnya sangat menjijikkan. Minuman keras diharamkan. Haramnya bagi sebagian besar tidak dianggap berat, karena fitrah manusia yang murni tidak menyukainya. Begitu pula pencurian, penipuan, ghibah, namimah, dan lain-lain yang diharamkan, semuanya tidak ada orang yang senang melakukannya kecuali orang-orang yang menderita kelainan atau memiliki kecenderungan yang menyimpang dalam watak dan fitrahnya, karena sesuatu sebab yang kadang-kadang menimpa orang dalam kehidupannya.


Namun yang dikecualikan dari semua yang diharamkan itu hanya satu saja, yaitu naluri seksual pada tiap-tiap pria dan wanita. Dia meskipun senantiasa mendorong orang untuk melakukan yang diharamkan, malah ia dipandang puncak yang diharamkan syari’at, kecuali jika diawasi dan dikendalikan dengan ketat. Ia juga dapat dipandang sebagai kebutuhan fitrah insani dan tuntunan utama, dan tidak ada jalan bagi manusia untuk melepaskan diri daripadanya atau akan berpura-pura tidak suka padanya.


Aku tidak meninggalkan sesudahku fitnah bagi kaum lelaki lebih berbahaya dari perempuan”. (HR Muttafaqun alaihi)
 


Mungkin anda berkata, kenapa kaum lelaki tidak dinyatakan juga sebagai ujian paling berbahaya dalam kehidupan kaum wanita, selama perasaan seksual terdapat pada kedua jenis itu, sehingga dengan demikian menjadi seimbang beban dan tanggung-jawab keduanya itu, yaitu antara kaum pria dan wanita. Jawabnya, sesungguhnya Allah yang Maha Pencipta telah menegakkan fitrah wanita atas dasar-dasar kejiwaan, telah menjadikannya sebagai manusia yang dibutuhkan lebih banyak, daripada menjadi manusia yang membutuhkan. Dia, meskipun nalurinya bekobar ganas dalam dirinya, namun karena faktor kejiwaannya yang murni dan mendalam, tetap saja mampu bersikap menunggu dan meninggikan diri, sehingga memaksa atau memberi kesempatan dan jalan kepada lawan jenisnya untuk mengejar dan memburunya dari belakang. Dengan demikian wanita itu menjadi fitnah atau godaan bagi kaum lelaki, bukan sebaliknya, kaum lelaki menjadi fitrah bagi kaum wanita.

Apabila kami sudah menjelaskan hakikat ini, maka diharapkan anda akan menyadari besarnya fitnah yang dihadapi kaum lelaki setiap saat dan diberbagai tempat, baik berat maupun ringan, semuanya terpulang kepada anda. Kalau kaum wanita mau, ia bisa menjadikan dirinya fitnah dan godaan yang membinasakan kaum lelaki sehingga ia tidak mampu menghindar daripadanya. Tetapi dia juga bisa menjadikan dirinya sebagai penolong lelaki itu, supaya mau menempuh jalan keselamatan dan kebahagiaan.


Berapa banyak ummat yang berpengaruh dan sangat berkuasa diantara ummat yang ada, kemudian pengaruhnya berkurang dan kekuasaannya tumbang, setelah kebejatan akhlak dan dekadensi moral menjalar luas dikalangan mereka. Faktor penyebab utamanya tidak lain adalah wanita. Bukankah kisah punahnya kedaulatan Romawi dan runtuhnya peradaban India menjadi saksi akan hal itu?


Dan berdasarkan ijma (kesepakatan para ulama), kaum wanita tidak akan mendapat ridha Allah Ta’ala dalam berbagai amal shalihnya, sebesar yang didapatnya dalam upaya menolong kaum lelaki, supaya memelihara kelurusan akhlaknya dan mengekang naluri hawa nafsunya, dan tidak akan mendapat murka Allah Ta’ala dalam berbagai amal jahatnya, sebesar yang didapatnya dalam upaya menggelorakan nafsu berahi kaum lelaki, dan menjauhkan mereka dari jalan lurus dan kebersihan akhlak.